Selasa, 12 Juli 2016

Berburu (Kebaikan) di Bulan Ramadan

Berburu (Kebaikan) di Bulan Ramadan

Sesungguhnya, Ramadan merupakan bulan untuk melatih diri dari perbuatan-perbuatan keji dan munkar. Menahan diri dan perilaku supaya tidak terjerumus ke dalam perbuatan terlarang adalah tujuan puasa. Di bulan ini, semua perbuatan baik dilipatgandakan pahalanya berpuluh kali (bahkan tidur pun dinilai sebagai ibadah). Tidak ketinggalan, dosa seluas langit dan sedalam bumi pun konon dihapus bila kita berpuasa dengan penuh keimanan dan hanya mengharap rida Allah swt semata.
Tidak hanya menahan makan dan minum, berpuasa merupakan ibadah menyeluruh lahir dan batin, hati dan pikiran, raga dan sukma. Termasuk keinginan-keinginan yang akan membatalkan puasa ataupun pahala puasa itu sendiri. Sebagaimana dalam hadis qudsi, "Puasa hanyalah untuk-Ku dan Akulah sendirilah yang akan memberikan ganjaran padanya."
Di dalam bulan Ramadan itu dibagi menjadi tiga bagian, demikian bunyi dalam sebuah hadis. Sepuluh hari pertama merupakan hari-hari dibukakannya pintu rahmat. Sepuluh hari kedua disebut hari pengampunan (maghfirah). Sedangkan sepuluh hari terakhir adalah hari-hari dijauhkannya dari pintu neraka.
Tatkala telah masuk sepertiga terakhir Ramadan, junjungan kita, Muhammad SAW, juga dalam sebuah hadis, konon kian mengencangkan ikat pinggangnya dan semakin meningkatkan kualitas ibadah pada hari-hari itu. Taqarub kepada Allah SWT dan beriktikaf dengan mengajak seluruh anggota keluarganya. Sebab, ia tahu, bahwa bulan yang istimewa itu akan meninggalkannya dan umatnya.
Tentu, sebagai seorang abid dan kekasih yang rindu kepada Allah, kita, terlebih beliau, bersedih. Seandainya umatku tahu rahasia dan keutamaan di dalam bulan Ramadan--begitu kata Rasulullah--tentu mereka ingin sepanjang tahun dijadikan bulan Ramadan seluruhnya.
Akan tetapi, kita memang umat yang tak memahami rahasia itu. Atau, barangkali, kita memang termasuk umat yang bandel. Sudah menjadi tradisi--entah sejak kapan--menjelang Hari Raya, yakni sepuluh hari terakhir Ramadan, kita justru disibukkan dengan berbagai macam pikiran dan keinginan duniawi menyongsong hari nan fitri itu. Di sepanjang jalan, kita menyaksikan kesibukan orang-orang berburu berupa-neka kebutuhan rumahtangga, baik berupa sandang, pangan, bahkan hal-hal yang membuat "ikat pinggang" kita kencang, bahkan kalap. Di pasar, di pusat perbelanjaan, di warung, di bank, di manapun itu, seolah-olah kita berlomba-lomba bergegas memperbagus diri dengan busana baru, gawai baru, jajanan baru, furnitur baru, kendaraan baru, dan abai pada bagaimana kita meningkatkan kuantitas dan kualitas ibadah sebelum kita benar-benar ditinggalkan bulan Ramadan. Seolah Ramadan hanya menjadi pengungkung lapar dan haus semata dan Idulfitri adalah momentum pelepas nafsu yang telah dikurung sebulan penuh.
Memang sudah menjadi identitas, bahkan simbol, bahwa Hari Raya cerminan orang-orang yang suci dan bersih sebagaimana bayi yang baru lahir. Puasa sebulan penuh seperti merontokkan seluruh dosa kita seolah kita menjadi manusia yang baru, manusia yang fitrah, manusia yang tanpa noda. Akan tetapi, baju baru dan segala hal baru yang kita kenakan usai Ramadan tidaklah menjamin bahwa kita telah bersih dan suci seutuhnya. Justru di balik itu, sesudah Ramadan, kita semakin dituntut bertanggung jawab atas apa-apa yang telah kita perbuat dan raih sehingga bulan-bulan selanjutnya kita semakin baik dengan melanggengkan amalan-amalan baik di bulan Ramadan.
Inilah ujian kita. Menjaga hal yang baik tentu lebih berat ketimbang berupaya menuju hal yang baik. Tetap pada koridor kebaikan membutuhkan kekuatan yang jauh lebih besar dan daya yang tidak sedikit. Dan Ramadan, adalah tempat menempa segala kebaikan agar sesudah itu kita benar-benar menjadi manusia yang fitri, manusia yang tamam.
Terlepas apakah tahun depan kita berjumpa lagi dengan bulan Ramadan, seyogyanya di sisa bulan puasa ini, kita senantiasa "bertarung habis-habisan" dalam beribadah. Memperbanyak amal baik, bersedekah dan menginfakkan harta kita di jalan Allah, menyantuni fakir miskin dan anak-anak yatim, dan menyambung tali silaturahmi kepada sanak, kerabat, dan kawan sejawat, serta mohon ampun kepada Allah dengan sungguh-sungguh atas segala dosa dan kesalahan yang telah kita lakukan dan (mungkin tanpa sengaja) kelak kita lakukan. Sungguh kita berharap menjadi mukmin dan muslim yang muttaqin dan memperoleh kemenangan sesungguhnya dari-Nya.
Kurang dari satu minggu Ramadan akan berlalu. Masih ada kesempatan meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah kita sebelum datangnya Hari Kemenangan. Apalagi, berburu lailatul qadar masih terbuka lebar bagi siapapun yang menginginkannya. (*)

2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar