Makalah
METODE PERBANDINGAN DAN
KORESPONDENSI BUNYI
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Sebagaimana lazimnya sebuah produk budaya,
bahasa juga mengalami perubahan dan perkembangan dari masa ke masa mengikuti
derap perkembangan masyarakat penuturnya. Hal ini merupakan fakta empiris yang
implikasinya belum lama disadari dalam perkembangan telaah bahasa. Bukti ini dapat terlihat dalam perbandingan dua teks dari
abad yang berbeda. Adapun perubahan dan perkembangan bahasa banyak dipengaruhi
oleh gerak migrasi dan kontak sosial. Gerak yang dipengaruhi oleh perpindahan
penutur bahasa dari daerah satu ke daerah lain disebut gerak migrasi. Sedangkan
bahasanya dipengaruhi oleh kontak sosial, yakni apabila ada dua atau lebih
kelompok penutur bahasa tersebut memiliki tingkat interaksi tinggi. Kondisi ini
mengakibatkan perubahan dan perkembangan bahasa yang terjadi relatif sama.
Sebaliknya, apabila ada dua atau lebih kelompok penutur bahasa memiliki tingkat
interaksi yang rendah atau bahkan terputus, maka kelompok penutur bahasa
tersebut akan mengalami perkembangan bahasa yang relatif berbeda.
Awalnya perbedaan itu hanya
pada tataran dialek saja, sehingga dua kelompok penutur bahasa tersebut masih
dapat saling dimengerti (Nababan, 1991: 17). Perbedaan dialek dalam satu
periode dari suatu bahasa semakin besar, hal ini dapat mengakibatkan terjadinya
perbedaan ragam bahasa, tetapi bahasa-bahasa tersebut masih berkerabat atau
mempunyai satu bahasa tua atau proto.
Kemiripan atau kesamaan
bentuk dan makna sebagai akibat dari perkembangan sejarah yang sama atau
perkembangan dari suatu bahasa proto yang sama. Bahasa-bahasa yang mempunyai
hubungan yang sama atau berasal dari suatu bahasa proto yang sama, kemudian
berkembang menjadi bahasa-bahasa baru, maka dimasukkan dalam satu keluarga
bahasa (language family) yang berarti bentuk kerabat.
Bahasa dianggap berkerabat
dengan kelompok bahasa tertentu apabila secara relatif memperlihatkan kesamaan
yang besar bila dibandingkan kelompok-kelompok lainnya. Perubahan fonemis dalam
sejarah bahasa-bahasa tertentu memperlihatkan pula sifat yang teratur. Semakin
dalam kita menelusuri sejarah bahasa-bahasa kerabat, maka akan semakin banyak
didapat kesamaan antar pokok-pokok bahasa yang dibandingkan.
Pada abad 19 bahasa
Latin sudah tidak digunakan lagi dalam kehidupan sehari-hari, maupun dalam pemerintahan
atau pendidikan. Objek penelitian adalah bahasa-bahasa yang dianggap mempunyai
hubungan kekerabatan atau berasal dari satu induk bahasa. Bahasa-bahasa
dikelompokkan ke dalam keluarga bahasa atas dasar kemiripan fonologis dan
morfologis. Dengan demikian dapat diperkirakan apakah bahasa-bahasa tertentu
berasal dari bahasa moyang yang sama atau berasal dari bahasa proto yang sama
sehingga secara genetis terdapat hubungan kekerabatan di antaranya.
Bahasa-bahasa Roman, misalnya secara genetis dapat ditelusuri berasal dari
bahasa Latin yang menurunkan bahasa Perancis, Spanyol, dan Italia.
Untuk mengetahui
hubungan genetis di antara bahasa-bahasa dilakukan metode komparatif. Antara
tahun 1820-1870 para ahli linguistik berhasil membangun hubungan sistematis di
antara bahasa-bahasa Roman berdasarkan struktur fonologis dan morfologisnya.
Pada tahun 1870 itu para ahli bahasa dari kelompok Junggramatiker atau
Neogrammarian berhasil menemukan cara untuk mengetahui hubungan kekerabatan
antarbahasa berdasarkan metode komparatif.
Beberapa rumpun bahasa yang berhasil direkonstruksikan sampai dewasa
ini antara lain:
1.
Rumpun
Indo-Eropa: bahasa Jerman, Indo-Iran, Armenia, Baltik, Slavis, Roman, Keltik,
Gaulis.
2.
Rumpun
Semito-Hamit: bahasa Arab, Ibrani, Etiopia.
3.
Rumpun
Chari-Nil; bahasa Bantu, Khoisan.
4.
Rumpun
Dravida: bahasa Telugu, Tamil, Kanari, Malayalam.
5.
Rumpun
Austronesia atau Melayu-Polinesia: bahasa Melayu, Melanesia, Polinesia.
6.
Rumpun
Austro-Asiatik: bahasa Mon-Khmer, Palaung, Munda, Annam.
7.
Rumpun
Finno-Ugris: bahasa Ungar (Magyar), Samoyid.
8.
Rumpun
Altai: bahasa Turki, Mongol, Manchu, Jepang, Korea.
9.
Rumpun
Paleo-Asiatis: bahasa-bahasa di Siberia.
10. Rumpun Sino-Tibet: bahasa Cina, Thai,
Tibeto-Burma.
11. Rumpun Kaukasus: bahasa Kaukasus Utara, Kaukasus
Selatan.
12. Bahasa-bahasa Indian: bahasa Eskimo, Maya Sioux,
Hokan
13. Bahasa-bahasa lain seperti bahasa di Papua,
Australia dan Kadai.
Ciri linguistik abad 19
sebagai berikut:
1)
Penelitian
bahasa dilakukan terhadap bahasa-bahasa di Eropa, baik bahasa-bahasa Roman
maupun nonRoman.
2) Bidang
utama penelitian adalah linguistik historis komparatif. Yang diteliti adalah
hubungan kekerabatan dari bahasa-bahasa di Eropa untuk mengetahui bahasa-bahasa
mana yang berasal dari induk yang sama. Dalam metode komparatif itu diteliti
perubahan bunyi kata-kata dari bahasa yang dianggap sebagai induk kepada bahasa
yang dianggap sebagai keturunannya. Misalnya perubahan bunyi apa yang terjadi
dari kata barang, yang dalam bahasa
Latin berbunyi causa menjadi chose dalam bahasa Perancis, dan cosa dalam bahasa Italia dan Spanyol.
Pendekatan bersifat
atomistis. Unsur bahasa yang diteliti tidak dihubungkan dengan unsur lainnya,
misalnya penelitian tentang kata tidak dihubungkan dengan frase atau kalimat.
Pada abad 20 penelitian
bahasa tidak ditujukan kepada bahasa-bahasa Eropa saja, tetapi juga kepada
bahasa-bahasa yang ada di dunia seperti di Amerika (bahasa-bahasa Indian),
Afrika (bahasa-bahasa Afrika) dan Asia (bahasa-bahasa Papua dan bahasa banyak
negara di Asia).
Ciri-cirinya:
1)
Penelitian
meluas ke bahasa-bahasa di Amerika, Afrika, dan Asia.
2) Pendekatan
dalam meneliti bersifat strukturalistis, pada akhir abad 20 penelitian yang
bersifat fungsionalis juga cukup menonjol.
3)
Tata
bahasa merupakan bagian ilmu dengan pembidangan yang semakin rumit. Secara
garis besar dapat dibedakan atas mikrolinguistik, makro linguistik, dan sejarah
linguistik.
4)
Penelitian
teoretis sangat berkembang.
5)
Otonomi
ilmiah makin menonjol, tetapi penelitian antardisiplin juga berkembang.
6)
Prinsip
dalam meneliti adalah deskripsi dan sinkronis
Keberhasilan kaum
Junggramatiker merekonstruksi bahasa-bahasa proto di Eropa mempengaruhi
pemikiran para ahli linguistik abad 20, antara lain Ferdinand de Saussure.
Sarjana ini tidak hanya dikenal sebagai bapak linguistik modern, melainkan juga
seorang tokoh gerakan strukturalisme. Dalam strukturalisme bahasa dianggap
sebagai sistem yang berkaitan (system of
relation). Elemen-elemennya seperti kata, bunyi saling berkaitan dan
bergantung dalam membentuk sistem tersebut.
Beberapa pokok pemikiran
Saussure:
(1) Bahasa
lisan lebih utama dari pada bahasa tulis. Tulisan hanya merupakan sarana yang
mewakili ujaran.
(2) Linguistik
bersifat deskriptif, bukan preskriptif seperti pada tata bahasa tradisional.
Para ahli linguistik bertugas mendeskripsikan bagaimana orang berbicara dan
menulis dalam bahasanya, bukan memberi keputusan bagaimana seseorang seharusnya
berbicara.
(3) Penelitian
bersifat sinkronis bukan diakronis seperti pada linguistik abad ke-19. Walaupun
bahasa berkembang dan berubah, penelitian dilakukan pada kurun waktu tertentu.
(4)
Bahasa
merupakan suatu sistem tanda yang bersisi dua, terdiri dari signifiant (penanda) dan signifie (petanda). Keduanya merupakan
wujud yang tak terpisahkan, bila salah satu berubah, yang lain juga berubah.
(5)
Bahasa
formal maupun nonformal menjadi objek penelitian.
(6)
Bahasa
merupakan sebuah sistem relasi dan mempunyai struktur.
(7)
Dibedakan
antara bahasa sebagai sistem yang terdapat dalam akal budi pemakai bahasa dari
suatu kelompok sosial (langue) dengan
bahasa sebagai manifestasi setiap penuturnya (parole).
(8) Dibedakan
antara hubungan asosiatif dan sintagmatis dalam bahasa. Hubungan asosiatif atau
paradigmatis ialah hubungan antarsatuan bahasa dengan satuan lain karena ada
kesamaan bentuk atau makna. Hubungan sintagmatis ialah hubungan antarsatuan
pembentuk sintagma dengan mempertentangkan suatu satuan dengan satuan lain yang
mengikuti atau mendahului.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka
rumusan masalah makalah ini sebagai berikut:
- apa maksud pengertian hukum bunyi?
- bagaimana hubungan hukum bunyi dengan korespondensi bunyi?
- bagaimana metode korespondensi fonemis dalam linguistik historis komparatif?
C.
Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
mendeskripsikan:
- maksud dan pengertian hukum bunyi
- hubungan hukum bunyi dengan korespondensi bunyi
- metode korespondensi fonemis dalam linguistik historis komparatif
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Landasan Teori
Linguistik Hirtoris
Komparatif adalah ilmu bahasa yang mempersoalkan bahasa dalam bidang waktu
tertentu, serta mengkaji perubahan unsur bahasa yang terjadi dalam bidang waktu
tertentu (Keraf, 1990: 22).
Prinsip dasar yang harus
dipegang dalam Linguistik Historis Komparatif adalah dua bahasa atau lebih
dapat dikatakan kerabat apabila bahasa-bahasa tersebut berasal dari satu bahasa
yang dipakai pada masa lampau. Selama pemakaiannya, semua bahasa mengalami
perubahan dan bahasa bisa pecah menjadi dua atau lebih bahasa turunan. Adanya
hubungan kekerabatan antara dua bahasa atau lebih ditentukan oleh adanya
kesamaan bentuk dan makna.
Bentuk-bentuk kata yang
sama antara berbagai bahasa dengan makna yang sama, diperkuat lagi dengan
kesamaan-kesamaan unsur-unsur tata bahasa, dapat dijadikan dasar penentuan
bahwa bahasa-bahasa tersebut berkerabat, yang diturunkan daru satu bahasa proto
yang sama.
Tujuan dan Manfaat
Linguistik Historis Komparatif, dengan memperhatikan luas lingkupnya adalah:
1. Menekankan hubungan-hubungan
antara bahasa-bahasa serumpun dengan mengadakan perbandingan mengenai
unsure-unsur yang menunjukkan hubungan dan tingkat kekerabatan antar
bahasa-bahasa itu.
2. Mengadakan rekontruksi
bahasa-bahasa yang ada dewasa ini kepada bahasa-bahasa yang dianggap lebih tua
atau menemukan bahasa-bahasa proto yang menurunkan bahasa kontemporer.
3. Mengadakan pengelompokan (sub-grouping) bahasa-bahasa yang
termasuk dalam suatu rumpun bahasa. Ada
beberapa bahasa yang memperlihatkan keanggotannya lebih dekat satu sama lain
apabila dibandingkan dengan beberapa anggota lainnya (Keraf, 1990: 23).
Aspek bahasa yang tepat
dijadikan objek perbandingan adalah bentuk dan makna. Kesamaan-kesamaan bentuk
dan makna itu akan lebih meyakinkan, karena bantuk-bentuk tersebut
memperlihatkan kesamaan semantic. Kesamaan bentuk dan makna tersebut sebagai
pantulan dari sejarah warisan yang sama. Bahasa-bahasa kerabat yang berasal
dari bahasa proto yang sama selalu akan memperlihatkan kesamaan sistem bunyi (fonetik) dan susunan bunyi (fonologis).
Asumsi mengenai kata
kerabat yang berasal dari sebuah bahasa proto yang didasarkan pada beberapa
kenyataan berikut. Pertama, ada
sebuah kosa kata dari kelompok bahasa tertentu secara relatif memperlihatkan
kesamaan yang besar apabila dibandingkan dengan kelompok lainnya. Kedua, perubahan fonetis dalam sejarah
bahasa-bahasa tertentu memperlihatkan pula sifat yang tersruktur. Keteraturan
ini oleh Grimm dinamakan Hukum Bunyi. Ketiga,
semakin dalam kita menelusuri sejarah bahasa-bahasa kerabat akan semakin banyak
kesamaan antara pokok-pokok yang dibandingkan.
Berikut ini merupakan diagram
alir secara sederhana logika berpikir dalam metode linguistik komparatif:
B.
Hukum
dan Korespondensi Bunyi
Istilah korespondensi berasal dari adanya kritik
atas hukum bunyi yang dirumuskan oleh Juggrammatiker pada abad XIX. Kritik itu
didasari atas 2 (dua) alasan, yakni idealisme
dan materialisme. Alasan idealisme dimotori oleh aliran
Neo-Linguistica mengatakan bahwa setiap manusia memiliki kebebasan untuk
mencipta sendiri tanpa terikat oleh hukum-hukum atau peraturan-peraturan
tertentu. Dengan alasan ini bahasa tidak bisa diatur, dihukum dan diredusir
dalam rumus-rumus atau hukum-hukum tertentu. Bahasa merupakan hasil idealisme
yang timbul dalam diri tiap manusia, dan berkembang seiring daya cipta manusia.
Sebaliknya aliran Rusia (N.Marr), dengan aliran materialisme mengatakan bahwa rumus-rumus yang dikemukakan oleh
Junggrammatiker terlalu abstrak sifatnya dan tidak mengindahkan soal-soal
sosial di masyarakat. Dalam hidupnya, manusia selalu berada di bawah tekanan
kerja. Oleh karena itu, manusia harus terus-menerus memperhatikan sejarah,
perubahan-perubahan, dan sebagainya yang terjadi di masyarakat. Manusia tidak
boleh diikat oleh kaidah-kaidah atau hukum-hukum tertentu (Erawati, 2006:212).
Kedua aliran yang membantah aliran
Juggrammatiker di atas tidak berhasil menggantikan teori atau dasar pemikiran Junggrammatiker.
Akhirnya, ahli-ahli linguistik Amerika menerima dasar pemikiran Junggrammatiker
dengan menambahkan perbaikan-perbaikan tertentu, agar hasil yang dicapai dapat
dipertanggungjawabkan. Ahli-ahli linguistik Amerika bertolak dari bidang
fonologi dengan membandingkan pasangan-pasangan kata yang tercatat, apakah
pasangan itu mengandung kesamaan fonologis (bentuk) dan makna atau tidak
(Keraf, 1994: 48-49). Mengingat istilah hukum bunyi mengandung tendensi adanya
ikatan yang ketat, maka istilah itu diganti dengan istilah korespondensi bunyi
atau kesepadanan bunyi.
C.
Korespondensi
Fonemis
Perubahan-perubahan bunyi yang dibandingkan
disusun dalam perangkat korespondensi bunyi. Korespondensi merupakan perubahan
bunyi yang muncul secara teratur dalam bahasa yang diperbandingkan. Dari aspek
linguistik, perubahan bunyi yang disebut korespondensi terjadi karena
persyaratan lingkungan linguistik tertentu (Mahsun, 1995: 28-29).
Untuk menyusun korespondensi bahasa yang
diperbandingkan digunakan metode perbandingan. Keraf (1984: 34) mendefinisikan
metode perbandingan sebagai alat untuk menyusun perangkat ciri-ciri yang
berkorespondensi dari unsur-unsur yang diperbandingkan dengan macam-macam
bahasa. Abstraksinya adalah berupa perangkat korespondensi fonemis.
Contoh korespondensi fonemis bahasa Melayu
Asahan (BMA), bahasa Batak Toba (BBT), dan bahasa Melayu Baku (BMB) (Widayati, 2011:
4):
GLOS
|
BMA
|
BBT
|
BMB
|
benih
|
Bonih
|
bonih
|
bənih
|
beras
|
BoRas
|
boras
|
bəras
|
Embun
|
Ombun
|
ombun
|
Embun
|
menang
|
mona*
|
monaη
|
mənaη
|
tebu
|
Tobu
|
tobu
|
təbu
|
Temuan
korespondensi:
GLOS
|
BMA
|
BBT
|
BMB
|
benih
|
/b/, /n/, /i/, /h/
|
/b/, /n/, /i/, /h/
|
/b/, /e/ /n/, /i/, /h/
|
beras
|
/b/, /r/, /a/, /s/
|
/b/, /r/, /a/, /s/
|
/b/, /e/, /r/, /a/, /s/
|
Embun
|
/m/, /b/, /u/, /n/
|
/m/, /b/, /u/, /n/
|
/e/, /m/, /b/, /u/, /n/
|
menang
|
/m/, /n/, /a/
|
/m/, /n/, /a/, /ng/
|
/m/, /n/, /a/, /ng/
|
tebu
|
/t/, /b/, /u/
|
/t/, /b/, /u/
|
/t/, /e/, /b/, /u/
|
Contoh korespondensi fonemis bahasa Jawa Kuno
(BJK) dengan bahasa Jawa Modern (BJM) (Erawati, 2006: 214-216):
GLOS
|
BJK
|
BJM
|
benih
|
binih
|
winih
|
jalan
|
marga
|
margi
|
guru
|
guru
|
guntən
|
kotor
|
ragad
|
rəgəd
|
bau
|
amba
|
ambu
|
Temuan
korespondensi:
GLOS
|
BJK
|
BJM
|
benih
|
/b/, /i/ /n/, /i/, /h/
|
/i/, /n/, /i/, /h/
|
jalan
|
/m/, /a/, /r/, /g/, /a/
|
/m/, /a/, /r/, /g/, /a/
|
guru
|
/g/, /u/, /r/, /u/
|
/g/, /u/
|
kotor
|
/r/, /g/, /g/
|
/r/, /g/, /g/
|
bau
|
/a/, /m/, /b/
|
/a/, /m/, /b/, /u/
|
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Aspek bahasa yang tepat dijadikan objek
perbandingan adalah bentuk dan makna. Kesamaan-kesamaan bentuk dan makna itu
akan lebih meyakinkan, karena bantuk-bentuk tersebut memperlihatkan kesamaan
semantik. Kesamaan bentuk dan makna tersebut sebagai pantulan dari sejarah
warisan yang sama. Bahasa-bahasa kerabat yang berasal dari bahasa proto yang
sama selalu akan memperlihatkan kesamaan sistem bunyi (fonetik) dan susunan bunyi (fonologis).
Asumsi mengenai kata kerabat yang berasal dari
sebuah bahasa proto yang didasarkan pada beberapa kenyataan berikut. Pertama, ada sebuah kosa kata dari
kelompok bahasa tertentu secara relatif memperlihatkan kesamaan yang besar
apabila dibandingkan dengan kelompok lainnya. Kedua, perubahan fonetis dalam sejarah bahasa-bahasa tertentu
memperlihatkan pula sifat yang tersruktur. Keteraturan ini oleh Grimm dinamakan
Hukum Bunyi. Ketiga, semakin dalam
kita menelusuri sejarah bahasa-bahasa kerabat akan semakin banyak kesamaan
antara pokok-pokok yang dibandingkan.
Istilah korespondensi berasal dari adanya kritik
atas hukum bunyi yang dirumuskan oleh Juggrammatiker pada abad XIX. Kritik itu
didasari atas 2 (dua) alasan, yakni idealisme
dan materialisme. Ahli-ahli
linguistik Amerika bertolak dari bidang fonologi dengan membandingkan
pasangan-pasangan kata yang tercatat, apakah pasangan itu mengandung kesamaan
fonologis (bentuk) dan makna atau tidak (Keraf, 1994: 48-49).
Untuk menyusun korespondensi bahasa yang diperbandingkan
digunakan metode perbandingan. Keraf (1984: 34) mendefinisikan metode
perbandingan sebagai alat untuk menyusun perangkat ciri-ciri yang
berkorespondensi dari unsur-unsur yang diperbandingkan dengan macam-macam
bahasa. Abstraksinya adalah berupa perangkat korespondensi fonemis.
DAFTAR PUSTAKA
Erawati,
Ni Ketut Ratna. 2006. Perian Deskriptif
Korespondensi Bunyi dalam Bahasa Jawa Kuna. Bali: Universitas Udayana. Pustaka, Volume VI No. 12 Hal. 211-221.
Hernandez,
Inyo Yos. 1994. Linguistik Historis
Komparatif: Pengantar di Bidang Teori. Yogyakarta (handout).
Keraf,
Gorys. 1994. Linguistik Bandingan
Historis. Jakarta: Gramedia (fotocopy).
Kwary,
Deny A. 2011. Gambaran Umum Ilmu Bahasa
(Linguistik). http://www.kwary.net/linguistics/gl.htm.,
diakses tanggal 9 November 2011.
Mahsun. 1995. Dialektologi Diakronis: Pengantar. Yogyakarta: UGM Press.
Tiani,
Riris. 2011. Korespondensi Fonemis Bahasa
Bali dan Bahasa Sasak. http://ebookbrowse.com/artikel-blog-korespondensi-fonemis-bahasa-bali-dan-sasak-rtf-d140413279.,
diakses tanggal 9 November 2011.
Widayati,
Dwi. 2011. Pengaruh Migrasi Suku
Minangkabau & Batak Toba ke Pesisir Timur Sumatera terhadap Keberadaan
Bahasa Melayu di Asahan. http://www.eli.org/Pages/Current_Issues.aspx?docname=/published_docs/20111011_115712_022.pdf
., diakses tanggal 9 November 2011.
* * * * *