Minggu, 11 Desember 2011

Metode Perbandingan dan Korespondensi Bunyi


Makalah

METODE PERBANDINGAN DAN KORESPONDENSI BUNYI









 
BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang Masalah
Sebagaimana lazimnya sebuah produk budaya, bahasa juga mengalami perubahan dan perkembangan dari masa ke masa mengikuti derap perkembangan masyarakat penuturnya. Hal ini merupakan fakta empiris yang implikasinya belum lama disadari dalam perkembangan telaah bahasa. Bukti ini dapat terlihat dalam perbandingan dua teks dari abad yang berbeda. Adapun perubahan dan perkembangan bahasa banyak dipengaruhi oleh gerak migrasi dan kontak sosial. Gerak yang dipengaruhi oleh perpindahan penutur bahasa dari daerah satu ke daerah lain disebut gerak migrasi. Sedangkan bahasanya dipengaruhi oleh kontak sosial, yakni apabila ada dua atau lebih kelompok penutur bahasa tersebut memiliki tingkat interaksi tinggi. Kondisi ini mengakibatkan perubahan dan perkembangan bahasa yang terjadi relatif sama. Sebaliknya, apabila ada dua atau lebih kelompok penutur bahasa memiliki tingkat interaksi yang rendah atau bahkan terputus, maka kelompok penutur bahasa tersebut akan mengalami perkembangan bahasa yang relatif berbeda.
Awalnya perbedaan itu hanya pada tataran dialek saja, sehingga dua kelompok penutur bahasa tersebut masih dapat saling dimengerti (Nababan, 1991: 17). Perbedaan dialek dalam satu periode dari suatu bahasa semakin besar, hal ini dapat mengakibatkan terjadinya perbedaan ragam bahasa, tetapi bahasa-bahasa tersebut masih berkerabat atau mempunyai satu bahasa tua atau proto.
Kemiripan atau kesamaan bentuk dan makna sebagai akibat dari perkembangan sejarah yang sama atau perkembangan dari suatu bahasa proto yang sama. Bahasa-bahasa yang mempunyai hubungan yang sama atau berasal dari suatu bahasa proto yang sama, kemudian berkembang menjadi bahasa-bahasa baru, maka dimasukkan dalam satu keluarga bahasa (language family) yang berarti bentuk kerabat.
Bahasa dianggap berkerabat dengan kelompok bahasa tertentu apabila secara relatif memperlihatkan kesamaan yang besar bila dibandingkan kelompok-kelompok lainnya. Perubahan fonemis dalam sejarah bahasa-bahasa tertentu memperlihatkan pula sifat yang teratur. Semakin dalam kita menelusuri sejarah bahasa-bahasa kerabat, maka akan semakin banyak didapat kesamaan antar pokok-pokok bahasa yang dibandingkan.
Pada abad 19 bahasa Latin sudah tidak digunakan lagi dalam kehidupan sehari-hari, maupun dalam pemerintahan atau pendidikan. Objek penelitian adalah bahasa-bahasa yang dianggap mempunyai hubungan kekerabatan atau berasal dari satu induk bahasa. Bahasa-bahasa dikelompokkan ke dalam keluarga bahasa atas dasar kemiripan fonologis dan morfologis. Dengan demikian dapat diperkirakan apakah bahasa-bahasa tertentu berasal dari bahasa moyang yang sama atau berasal dari bahasa proto yang sama sehingga secara genetis terdapat hubungan kekerabatan di antaranya. Bahasa-bahasa Roman, misalnya secara genetis dapat ditelusuri berasal dari bahasa Latin yang menurunkan bahasa Perancis, Spanyol, dan Italia.
Untuk mengetahui hubungan genetis di antara bahasa-bahasa dilakukan metode komparatif. Antara tahun 1820-1870 para ahli linguistik berhasil membangun hubungan sistematis di antara bahasa-bahasa Roman berdasarkan struktur fonologis dan morfologisnya. Pada tahun 1870 itu para ahli bahasa dari kelompok Junggramatiker atau Neogrammarian berhasil menemukan cara untuk mengetahui hubungan kekerabatan antarbahasa berdasarkan metode komparatif.
Beberapa rumpun bahasa yang berhasil direkonstruksikan sampai dewasa ini antara lain:
1.      Rumpun Indo-Eropa: bahasa Jerman, Indo-Iran, Armenia, Baltik, Slavis, Roman, Keltik, Gaulis.
2.      Rumpun Semito-Hamit: bahasa Arab, Ibrani, Etiopia.
3.      Rumpun Chari-Nil; bahasa Bantu, Khoisan.
4.      Rumpun Dravida: bahasa Telugu, Tamil, Kanari, Malayalam.
5.      Rumpun Austronesia atau Melayu-Polinesia: bahasa Melayu, Melanesia, Polinesia.
6.      Rumpun Austro-Asiatik: bahasa Mon-Khmer, Palaung, Munda, Annam.
7.      Rumpun Finno-Ugris: bahasa Ungar (Magyar), Samoyid.
8.      Rumpun Altai: bahasa Turki, Mongol, Manchu, Jepang, Korea.
9.      Rumpun Paleo-Asiatis: bahasa-bahasa di Siberia.
10.  Rumpun Sino-Tibet: bahasa Cina, Thai, Tibeto-Burma.
11.  Rumpun Kaukasus: bahasa Kaukasus Utara, Kaukasus Selatan.
12.  Bahasa-bahasa Indian: bahasa Eskimo, Maya Sioux, Hokan
13.  Bahasa-bahasa lain seperti bahasa di Papua, Australia dan Kadai.
Ciri linguistik abad 19 sebagai berikut:
1)   Penelitian bahasa dilakukan terhadap bahasa-bahasa di Eropa, baik bahasa-bahasa Roman maupun nonRoman.
2) Bidang utama penelitian adalah linguistik historis komparatif. Yang diteliti adalah hubungan kekerabatan dari bahasa-bahasa di Eropa untuk mengetahui bahasa-bahasa mana yang berasal dari induk yang sama. Dalam metode komparatif itu diteliti perubahan bunyi kata-kata dari bahasa yang dianggap sebagai induk kepada bahasa yang dianggap sebagai keturunannya. Misalnya perubahan bunyi apa yang terjadi dari kata barang, yang dalam bahasa Latin berbunyi causa menjadi chose dalam bahasa Perancis, dan cosa dalam bahasa Italia dan Spanyol.
Pendekatan bersifat atomistis. Unsur bahasa yang diteliti tidak dihubungkan dengan unsur lainnya, misalnya penelitian tentang kata tidak dihubungkan dengan frase atau kalimat.
Pada abad 20 penelitian bahasa tidak ditujukan kepada bahasa-bahasa Eropa saja, tetapi juga kepada bahasa-bahasa yang ada di dunia seperti di Amerika (bahasa-bahasa Indian), Afrika (bahasa-bahasa Afrika) dan Asia (bahasa-bahasa Papua dan bahasa banyak negara di Asia).
Ciri-cirinya:
1)      Penelitian meluas ke bahasa-bahasa di Amerika, Afrika, dan Asia.
2)  Pendekatan dalam meneliti bersifat strukturalistis, pada akhir abad 20 penelitian yang bersifat fungsionalis juga cukup menonjol.
3)      Tata bahasa merupakan bagian ilmu dengan pembidangan yang semakin rumit. Secara garis besar dapat dibedakan atas mikrolinguistik, makro linguistik, dan sejarah linguistik.
4)      Penelitian teoretis sangat berkembang.
5)      Otonomi ilmiah makin menonjol, tetapi penelitian antardisiplin juga berkembang.
6)      Prinsip dalam meneliti adalah deskripsi dan sinkronis
Keberhasilan kaum Junggramatiker merekonstruksi bahasa-bahasa proto di Eropa mempengaruhi pemikiran para ahli linguistik abad 20, antara lain Ferdinand de Saussure. Sarjana ini tidak hanya dikenal sebagai bapak linguistik modern, melainkan juga seorang tokoh gerakan strukturalisme. Dalam strukturalisme bahasa dianggap sebagai sistem yang berkaitan (system of relation). Elemen-elemennya seperti kata, bunyi saling berkaitan dan bergantung dalam membentuk sistem tersebut.
Beberapa pokok pemikiran Saussure:
(1) Bahasa lisan lebih utama dari pada bahasa tulis. Tulisan hanya merupakan sarana yang mewakili ujaran.
(2)  Linguistik bersifat deskriptif, bukan preskriptif seperti pada tata bahasa tradisional. Para ahli linguistik bertugas mendeskripsikan bagaimana orang berbicara dan menulis dalam bahasanya, bukan memberi keputusan bagaimana seseorang seharusnya berbicara.
(3)  Penelitian bersifat sinkronis bukan diakronis seperti pada linguistik abad ke-19. Walaupun bahasa berkembang dan berubah, penelitian dilakukan pada kurun waktu tertentu.
(4)   Bahasa merupakan suatu sistem tanda yang bersisi dua, terdiri dari signifiant (penanda) dan signifie (petanda). Keduanya merupakan wujud yang tak terpisahkan, bila salah satu berubah, yang lain juga berubah.
(5)   Bahasa formal maupun nonformal menjadi objek penelitian.
(6)   Bahasa merupakan sebuah sistem relasi dan mempunyai struktur.
(7)   Dibedakan antara bahasa sebagai sistem yang terdapat dalam akal budi pemakai bahasa dari suatu kelompok sosial (langue) dengan bahasa sebagai manifestasi setiap penuturnya (parole).
(8) Dibedakan antara hubungan asosiatif dan sintagmatis dalam bahasa. Hubungan asosiatif atau paradigmatis ialah hubungan antarsatuan bahasa dengan satuan lain karena ada kesamaan bentuk atau makna. Hubungan sintagmatis ialah hubungan antarsatuan pembentuk sintagma dengan mempertentangkan suatu satuan dengan satuan lain yang mengikuti atau mendahului.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah makalah ini sebagai berikut:
  1. apa maksud pengertian hukum bunyi?
  2. bagaimana hubungan hukum bunyi dengan korespondensi bunyi?
  3. bagaimana metode korespondensi fonemis dalam linguistik historis komparatif?
C.     Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mendeskripsikan:
  1. maksud dan pengertian hukum bunyi
  2. hubungan hukum bunyi dengan korespondensi bunyi
  3. metode korespondensi fonemis dalam linguistik historis komparatif



BAB II
PEMBAHASAN

A. Landasan Teori
Linguistik Hirtoris Komparatif adalah ilmu bahasa yang mempersoalkan bahasa dalam bidang waktu tertentu, serta mengkaji perubahan unsur bahasa yang terjadi dalam bidang waktu tertentu (Keraf, 1990: 22).
Prinsip dasar yang harus dipegang dalam Linguistik Historis Komparatif adalah dua bahasa atau lebih dapat dikatakan kerabat apabila bahasa-bahasa tersebut berasal dari satu bahasa yang dipakai pada masa lampau. Selama pemakaiannya, semua bahasa mengalami perubahan dan bahasa bisa pecah menjadi dua atau lebih bahasa turunan. Adanya hubungan kekerabatan antara dua bahasa atau lebih ditentukan oleh adanya kesamaan bentuk dan makna.  
Bentuk-bentuk kata yang sama antara berbagai bahasa dengan makna yang sama, diperkuat lagi dengan kesamaan-kesamaan unsur-unsur tata bahasa, dapat dijadikan dasar penentuan bahwa bahasa-bahasa tersebut berkerabat, yang diturunkan daru satu bahasa proto yang sama.
Tujuan dan Manfaat Linguistik Historis Komparatif, dengan memperhatikan luas lingkupnya adalah:
1.   Menekankan hubungan-hubungan antara bahasa-bahasa serumpun dengan mengadakan perbandingan mengenai unsure-unsur yang menunjukkan hubungan dan tingkat kekerabatan antar bahasa-bahasa itu.
2.   Mengadakan rekontruksi bahasa-bahasa yang ada dewasa ini kepada bahasa-bahasa yang dianggap lebih tua atau menemukan bahasa-bahasa proto yang menurunkan bahasa kontemporer.
3.  Mengadakan pengelompokan (sub-grouping) bahasa-bahasa yang termasuk dalam suatu rumpun bahasa. Ada beberapa bahasa yang memperlihatkan keanggotannya lebih dekat satu sama lain apabila dibandingkan dengan beberapa anggota lainnya (Keraf, 1990: 23).
Aspek bahasa yang tepat dijadikan objek perbandingan adalah bentuk dan makna. Kesamaan-kesamaan bentuk dan makna itu akan lebih meyakinkan, karena bantuk-bentuk tersebut memperlihatkan kesamaan semantic. Kesamaan bentuk dan makna tersebut sebagai pantulan dari sejarah warisan yang sama. Bahasa-bahasa kerabat yang berasal dari bahasa proto yang sama selalu akan memperlihatkan kesamaan sistem bunyi (fonetik) dan susunan bunyi (fonologis).
Asumsi mengenai kata kerabat yang berasal dari sebuah bahasa proto yang didasarkan pada beberapa kenyataan berikut. Pertama, ada sebuah kosa kata dari kelompok bahasa tertentu secara relatif memperlihatkan kesamaan yang besar apabila dibandingkan dengan kelompok lainnya. Kedua, perubahan fonetis dalam sejarah bahasa-bahasa tertentu memperlihatkan pula sifat yang tersruktur. Keteraturan ini oleh Grimm dinamakan Hukum Bunyi. Ketiga, semakin dalam kita menelusuri sejarah bahasa-bahasa kerabat akan semakin banyak kesamaan antara pokok-pokok yang dibandingkan.
Berikut ini merupakan diagram alir secara sederhana logika berpikir dalam metode linguistik komparatif:

B.     Hukum dan Korespondensi Bunyi
Istilah korespondensi berasal dari adanya kritik atas hukum bunyi yang dirumuskan oleh Juggrammatiker pada abad XIX. Kritik itu didasari atas 2 (dua) alasan, yakni idealisme dan materialisme. Alasan idealisme dimotori oleh aliran Neo-Linguistica mengatakan bahwa setiap manusia memiliki kebebasan untuk mencipta sendiri tanpa terikat oleh hukum-hukum atau peraturan-peraturan tertentu. Dengan alasan ini bahasa tidak bisa diatur, dihukum dan diredusir dalam rumus-rumus atau hukum-hukum tertentu. Bahasa merupakan hasil idealisme yang timbul dalam diri tiap manusia, dan berkembang seiring daya cipta manusia. Sebaliknya aliran Rusia (N.Marr), dengan aliran materialisme mengatakan bahwa rumus-rumus yang dikemukakan oleh Junggrammatiker terlalu abstrak sifatnya dan tidak mengindahkan soal-soal sosial di masyarakat. Dalam hidupnya, manusia selalu berada di bawah tekanan kerja. Oleh karena itu, manusia harus terus-menerus memperhatikan sejarah, perubahan-perubahan, dan sebagainya yang terjadi di masyarakat. Manusia tidak boleh diikat oleh kaidah-kaidah atau hukum-hukum tertentu (Erawati, 2006:212).
Kedua aliran yang membantah aliran Juggrammatiker di atas tidak berhasil menggantikan teori atau dasar pemikiran Junggrammatiker. Akhirnya, ahli-ahli linguistik Amerika menerima dasar pemikiran Junggrammatiker dengan menambahkan perbaikan-perbaikan tertentu, agar hasil yang dicapai dapat dipertanggungjawabkan. Ahli-ahli linguistik Amerika bertolak dari bidang fonologi dengan membandingkan pasangan-pasangan kata yang tercatat, apakah pasangan itu mengandung kesamaan fonologis (bentuk) dan makna atau tidak (Keraf, 1994: 48-49). Mengingat istilah hukum bunyi mengandung tendensi adanya ikatan yang ketat, maka istilah itu diganti dengan istilah korespondensi bunyi atau kesepadanan bunyi.
  
C.     Korespondensi Fonemis
Perubahan-perubahan bunyi yang dibandingkan disusun dalam perangkat korespondensi bunyi. Korespondensi merupakan perubahan bunyi yang muncul secara teratur dalam bahasa yang diperbandingkan. Dari aspek linguistik, perubahan bunyi yang disebut korespondensi terjadi karena persyaratan lingkungan linguistik tertentu (Mahsun, 1995: 28-29).
Untuk menyusun korespondensi bahasa yang diperbandingkan digunakan metode perbandingan. Keraf (1984: 34) mendefinisikan metode perbandingan sebagai alat untuk menyusun perangkat ciri-ciri yang berkorespondensi dari unsur-unsur yang diperbandingkan dengan macam-macam bahasa. Abstraksinya adalah berupa perangkat korespondensi fonemis.
Contoh korespondensi fonemis bahasa Melayu Asahan (BMA), bahasa Batak Toba (BBT), dan bahasa Melayu Baku (BMB) (Widayati, 2011: 4):

GLOS
BMA
BBT
BMB
benih
Bonih
bonih
bənih
beras
BoRas
boras
bəras
Embun
Ombun
ombun
Embun
menang
mona*
monaη
mənaη
tebu
Tobu
tobu
təbu

Temuan korespondensi:
GLOS
BMA
BBT
BMB
benih
/b/, /n/, /i/, /h/
/b/, /n/, /i/, /h/
/b/, /e/ /n/, /i/, /h/
beras
/b/, /r/, /a/, /s/
/b/, /r/, /a/, /s/
/b/, /e/, /r/, /a/, /s/
Embun
/m/, /b/, /u/, /n/
/m/, /b/, /u/, /n/
/e/, /m/, /b/, /u/, /n/
menang
/m/, /n/, /a/
/m/, /n/, /a/, /ng/
/m/, /n/, /a/, /ng/
tebu
/t/, /b/, /u/
/t/, /b/, /u/
/t/, /e/, /b/, /u/

Contoh korespondensi fonemis bahasa Jawa Kuno (BJK) dengan bahasa Jawa Modern (BJM) (Erawati, 2006: 214-216):

GLOS
BJK
BJM
benih
binih
winih
jalan
marga
margi
guru
guru
guntən
kotor
ragad
rəgəd
bau
amba
ambu

Temuan korespondensi:
GLOS
BJK
BJM
benih
/b/, /i/ /n/, /i/, /h/
/i/, /n/, /i/, /h/
jalan
/m/, /a/, /r/, /g/, /a/
/m/, /a/, /r/, /g/, /a/
guru
/g/, /u/, /r/, /u/
/g/, /u/
kotor
/r/, /g/, /g/
/r/, /g/, /g/
bau
/a/, /m/, /b/
/a/, /m/, /b/, /u/



BAB III
PENUTUP

A.     Simpulan
Aspek bahasa yang tepat dijadikan objek perbandingan adalah bentuk dan makna. Kesamaan-kesamaan bentuk dan makna itu akan lebih meyakinkan, karena bantuk-bentuk tersebut memperlihatkan kesamaan semantik. Kesamaan bentuk dan makna tersebut sebagai pantulan dari sejarah warisan yang sama. Bahasa-bahasa kerabat yang berasal dari bahasa proto yang sama selalu akan memperlihatkan kesamaan sistem bunyi (fonetik) dan susunan bunyi (fonologis).
Asumsi mengenai kata kerabat yang berasal dari sebuah bahasa proto yang didasarkan pada beberapa kenyataan berikut. Pertama, ada sebuah kosa kata dari kelompok bahasa tertentu secara relatif memperlihatkan kesamaan yang besar apabila dibandingkan dengan kelompok lainnya. Kedua, perubahan fonetis dalam sejarah bahasa-bahasa tertentu memperlihatkan pula sifat yang tersruktur. Keteraturan ini oleh Grimm dinamakan Hukum Bunyi. Ketiga, semakin dalam kita menelusuri sejarah bahasa-bahasa kerabat akan semakin banyak kesamaan antara pokok-pokok yang dibandingkan.
Istilah korespondensi berasal dari adanya kritik atas hukum bunyi yang dirumuskan oleh Juggrammatiker pada abad XIX. Kritik itu didasari atas 2 (dua) alasan, yakni idealisme dan materialisme. Ahli-ahli linguistik Amerika bertolak dari bidang fonologi dengan membandingkan pasangan-pasangan kata yang tercatat, apakah pasangan itu mengandung kesamaan fonologis (bentuk) dan makna atau tidak (Keraf, 1994: 48-49).
Untuk menyusun korespondensi bahasa yang diperbandingkan digunakan metode perbandingan. Keraf (1984: 34) mendefinisikan metode perbandingan sebagai alat untuk menyusun perangkat ciri-ciri yang berkorespondensi dari unsur-unsur yang diperbandingkan dengan macam-macam bahasa. Abstraksinya adalah berupa perangkat korespondensi fonemis.
 


DAFTAR PUSTAKA

Erawati, Ni Ketut Ratna. 2006. Perian Deskriptif Korespondensi Bunyi dalam Bahasa Jawa Kuna. Bali: Universitas Udayana. Pustaka, Volume VI No. 12 Hal. 211-221.

Hernandez, Inyo Yos. 1994. Linguistik Historis Komparatif: Pengantar di Bidang Teori. Yogyakarta (handout).

Keraf, Gorys. 1994. Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: Gramedia (fotocopy).

Kwary, Deny A. 2011. Gambaran Umum Ilmu Bahasa (Linguistik). http://www.kwary.net/linguistics/gl.htm., diakses tanggal 9 November 2011.

Mahsun. 1995. Dialektologi Diakronis: Pengantar. Yogyakarta: UGM Press.

Tiani, Riris. 2011. Korespondensi Fonemis Bahasa Bali dan Bahasa Sasak. http://ebookbrowse.com/artikel-blog-korespondensi-fonemis-bahasa-bali-dan-sasak-rtf-d140413279., diakses tanggal 9 November 2011.

Widayati, Dwi. 2011. Pengaruh Migrasi Suku Minangkabau & Batak Toba ke Pesisir Timur Sumatera terhadap Keberadaan Bahasa Melayu di Asahan. http://www.eli.org/Pages/Current_Issues.aspx?docname=/published_docs/20111011_115712_022.pdf ., diakses tanggal 9 November 2011.


* * * * *